Gambaran Singkat
Negara Malaysia.
Malaysia adalah salah satu negara muslim di kawasan Asia
Tenggara, dengan ibu kota
Kuala Lumpur,
terletak di semenanjung Malaka serta sebagian Kalimantan Utara. Luas wilayahnya
sekitar 333.647 km² dengan jumlah penduduk kurang lebih 18.239.000.[1]
Mayoritas penduduknya adalah muslim (53 %), Cina 35 % dan India 10 %.
Bahasa resmi adalah bahasa Melayu dan agama Islam merupakan agama resmi di Malaysia.
Malaysia merupakan kerajaan federal yang terdiri dari tiga belas negara bagian
yang meliputi daerah semenanjung Malaka, yakni Johor, Malak, Pahang, Negeri
Sembilan, Selangor, Perak, Trengganu, Kelantan, Penang, Kedah, dan Perlis yang
terletak di Malaysia Barat dan Malaysia Timur yang terdiri Sabah dan Serawak
yang terletak di Kalimantan bagian utara. Federasi ini terbentuk pada tanggal 16 September 1963. Kepala
negara Malaysia
adalah seorang raja dengan gelar “Yang Dipertuan Agung”.[2] Federasi
Malaysia
adalah sebuah monarki
konstitusional. Kepala negara
persekutuan Malaysia
adalah Yang
di-Pertuan Agong, biasa disebut Raja Malaysia. Yang di-Pertuan Agong
dipilih dari dan oleh sembilan Sultan Negeri-Negeri Malaya,
untuk menjabat selama lima tahun secara bergiliran; empat pemimpin negeri
lainnya, yang bergelar Gubernur, tidak turut serta di dalam pemilihan.[3]
Pemerintahan
berada di tangan Perdana Menteri yang berhak membentuk Kabinet. Jika dilihat
dari sejarah, maka kedatangan Islam dan proses Islamisasi berlangsung melalui
jalur perdagangan atas peranan para pedagang muslim dan muballig dari Arab dan Gujarat. Proses Islamisasi ini berjalan baik dengan
berdirinya kerajaan Islam yang pertama di Semenanjung Malaka yaitu kerajaan
Islam Kalantan (pertengahan abad ke-12). Pada abad ke-15 kerajaan
Islam Malaka berdiri dengan rajanya yang pertama adalah Parameswara Iskandar
Syah, yang memeluk islam pada tahun 1414 M dengan gelar Sultan Muhammad
Syah. Kerajaan ini tercatat sebagai kerajaan pertama di Malaysia yang
memiliki undang-undang tertulis yang disebut dengan “Undang-Undang Malaka”.[4]
Hukum Islam Periode Melayu.
Kedatangan
Islam ke Malaysia
tidak berbeda dengan kedatangan Islam ke Indonesia, yaitu melalui Selat
Malaka. Selat Malaka merupakan jalur perdagangan laut yang sudah lama dilayari
oleh pedagang-pedagang Arab, Parsi, dan India. Sebagai sebuah lintasan
perdagangan tentu telah terjadi kontak antara kaum pendatang, yaitu para pedagang,
dengan bumi putra. Tentang waktu kedatangan Islam ke Malaysia, berikut daerah
yang pertama disentuh Islam, dan tokoh pembawanya masih terus dalam pengkajian.
Sebagaimana diketahui secara umum, sebelum Islam datang ke tanah Melayu,
orang-orang Melayu adalah penganut animisme, hinduisme, dan budhiesme. Namun
sejak kedatangannya, islam secara berangsur-angsur mulai diyakini dan diterima
sebagai agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara. Raja malaka Sultan
Muhammad Syah, adalah orang pertama di kesultanan itu yang memeluk agama Islam,
selanjutnya ia memerintahkan segenap warganya baik yang berkedudukan tinggi
maupun rendah untuk menjadi muslim. Peran Malaka yang begitu penting dalam
upaya islamisasi mungkin terjadi setelah Sultan Muzaffar Shah (berkuasa tahun
1450) menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan Melaka. Melaka dikenal
sebagai pusat kegiatan dakwah, Qadhi dan ahli fiqh mempunyai kedudukan yang
sama dengan pembesar negara yang lain. Mesjid menjadi tumpuan umat Islam
terutama pada bulan Ramadhan. Sejak periode awal di Malaysia, islam telah
mempunyai ikatan yang erat dengan politik dan masyarakat Melayu. Islam bagi
orang Melayu, bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi juga telah menjadi
identitas mereka, dan menjadi dasar kebudayaan Melayu. Pakaian tradisional
Melayu, misalnya telah disesuaikan dengan apa yang dianjurkan oleh Islam.
Berbaju kurung dan rok panjang bagi wanita yang disertai oleh tutup kepala
dengan maksud untuk menutup aurat. Di sepanjang sejarah, asosiasi yang sangat
erat antara Islam dengan kebudayaan dan identitas Melayu ini merupakan sesuatu
yang diterima secara umum. “sejak membuang kepercayaan animisme dan memeluk
Islam selama masa kerajaan Malaka (abad XV), bangsa Melayu tak pernah berubah
agama”. Pengaruh Islam pun berakar dalam pada berbagai dimensi kehidupan
Melayu. Selain itu, hukum yang diberlakukan di berbagai kesultanan Melayu
seperti Malaka, Johor, Pahang, kedah, dan kesultanan lainnya di Malaysia adalah
hukum yang bernafaskan syaria’t Islam. R.O Winstedt mengatakan bahwa Malaka
adalah kerajaan Melayu pertama yang menyusun perundangan yang mempunyai
unsur-unsur syari’at Islam. Berikutnya, kesultanan lainnya di Malaya
juga merumuskan kitab hukum yang isinya merujuk kepada kitab Hukum Kanun
Malaka. Dengan demikian dapat dibayangkan bahwa hukum yang diberlakukan di
kesultanan-kesultanan tersebut, juga adalah hukum yang sebagian isinya berlandaskan
pada ajaran Islam.
Hukum Islam periode Penjajahan Inggris di Malaysia.
Pada tahun
1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis, sejak saat itu Malaka mengalami zaman
kegelapan dalam berbagai bidang, yaitu pendidikan, politik, ekonomi, budaya dan
agama. Penaklukan Malaka oleh Portugis ini dipandang sebagian sejarawan tidak
hanya bermotifkan ekonomi atau politik, tetapi juga tidak terlepas dari motif
agama. Jelaslah, Malaka di bawah kekuasaan Portugis, tidak membantu
perkembangan agama dan pendidikan. Tetapi tahun 1641 Portugis mampu dikalahkan
Belanda, karena jajahan Belanda tidak mentolerir penguasa melayu melanggengkan
adat istiadat mereka, maka pada akhirnya Belanda jatuh ke tangan Inggris tahun
1975, tahun 1874 Inggris membuat perjanjian Pangkor, yang isinya Inggris
berjanji tidak akan ikut campur dalam urusan-urusan yang menyangkut adat
istiadat dan agama orang melayu. Hanya saja, kolonial Inggris dengan kebijakan
dan peraturan yang diberlakukannya kepada bangsa Melayu, telah menjauhkan
bangsa Melayu dari agama Islam. Penjajahan Melayu oleh Inggris telah
menyebabkan melemahnya nilai-nilai islam yang telah meresap dalam tatanan
masyarakat tradisional Melayu.
Penjajahan itu tidak hanya terbatas pada
aspek ekonomi dan politik saja, tetapi termasuk juga penjajahan pikiran dan
kebudayaan. Kolonial Inggris membuat pemisahan yang jelas antara agama dan
negara. Pelaksanaan hukum Islam di negara-negara bagian Malaysia
sebelum kemerdekaan sekarang telah berubah di bawah pengaruh Inggris. Inggris
menggantikan sistem hukum Islam dengan sistem hukum yang sesuai dengan
keinginannya. Sistem pemerintahan Islam yang disebut kesultanan juga mengalami
kemunduran akibatnya tidak lagi mampu memainkan perannya sebagai pelindung
penyebaran agama Islam sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya. Sepanjang
masa penjajahan tersebut Dunia Melayu mengalami “westernisasi”(pembaratan) dan
“deislamisasi” sekaligus, yaitu (hilangnya pengaruh Islam).
Konsolidasi imperium Inggris di Melayu
menjelang abad ke-20 juga menyokong pembentukan negara-negara yang memusat dan
sebuah perekonomian kapitalis yang memusat pada pemberdayaan pertanian dan
industri pertambangan. Perkembangan ini menimbulkan dampak yang menonjol
terhadap organisasi kehidupan keagamaan dan pola hubungan antara negara-negara
Melayu dan komunitas muslim . Pada periode tradisional, Sultan merupakan
pejabat agama dan politik yang tertinggi, dan melambangkan corak Muslim
masyarakat Melayu. Sekalipun demikian, mereka hanya sedikit memiliki peranan
aktual administrasi hukum, pendidikan, dan peribadatan muslim. Ulama pedesaan
merupakan perwakilan Islam yang terpenting, mereka menyelenggarakan
peribadatan, mengajarkan do’a-do’a Islam, memimpin pelaksanaan upacara
perkawinan dan kematian, dan menyelesaikan berbagai perselisihan, mengobati
penyakit, mengelola kekayaan komunal, dan mengumpulkan pajak islam (zakat).
Hukum Islam di Malaysia setelah kemerdekaan.
Malaysia adalah
salah satu negara anggota ASEAN yang merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957 dari
tangan Inggris dengan nama Persekutuan Tanah Melayu, kemudian pada tahun 1963,
berubah namanya menjadi Malaysia
termasuk di dalamnya Sabah, Serawak, dan
Singapura. Dua tahun berikutnya, Singapura terpisah dari Malaysia. Malaysia
memiliki tiga belas buah negara bagian yang disebut negeri dan dua buah wilayah
persekutuan. Ketiga belas negeri tersebut adalah: Kelantan, Trengganu, Pahang,
Johor, Malaka, Negeri Sembilan, Selangor, Perak, Kedah, Perlis, Pulau Pinang,
Sabah, dan Serawak. Sementara, dua wilayah persekutuan adalah Kuala Lumpur ibukota negara Malaysia dan
Labuah yang terletak di Sabah, Malaysia Timur.
Berdasarkan UUD Malaysia sejak merdeka 31 Agustus 1957, Islam merupakan agama
resmi negara, walaupun agama-agama lain tetap dijamin. Di Malaysia penduduknya
terdiri dari beragam etnis dan agama. Sensus nasional tahun 2000 mencatat etnis
Melayu berjumlah 65,1 % dari seluruh jumlah penduduk, meningkat 4,5 % selama
sepuluh tahun terakhir. Sisanya terdiri dari 26 % Cina, menurun dari 28,1 % di
tahun 1990, sisanya dari etnis lain.
Kedudukan Hukum Islam di Malaysia dapat kita lihat dari
beberapa segi :
- Posisi Islam dalam Konstitusi (UU) Negara Malaysia. Malaysia terdiri dari masyarakat plural dengan keragaman penduduknya, akan tetapi citra dan nuansa Islam sangat menonjol terutama dalam sistem politik dan pemerintahan. Salah satu faktor penting lainnya yang turut memperkuat pengaruh, citra dan nuansa Islam tersebut terkait erat dengan posisi Islam dalam konstitusi negara ini. Dalam konstitusi Malaysia, Islam diakui sebagai agama resmi negara. Pasal 3 ayat 1 menegaskan “Islam is the religion of the federation, but other religions may be peace and harmony in any part of the federation” Islam adalah agama federasi namun pada saat yang sama, konstitusi (UU) memberikan kebebasan beragama kepada komunitas non-muslim. Mereka berhak menjalankan agama mereka, memiliki kekayaan, mendirikan sekolah-sekolah agama, mengurusi perkara-perkara mereka sendiri. Pengakuan konstitusi bahwa agama Islam merupakan agama resmi negara tidak memberi ruang kuasa yang luas untuk melaksanakan undang-undang berdasarkan Islam, bahkan konstitusi tetap menjadi undang-undang tertinggi federal dan setiap undang-undang hendaklah disesuaikan dengan ketentuan konstitusi. Terlepas dari keterbatasan implikasi dari ketentuan Konstitusi Malaysia tentang posisi Islam sebagai agama resmi negara, yang jelas pengakuan negara atas Islam sebagai agama resmi negara turut mendukung menguatnya Islam di Malaysia.
- Kebijakan Pemerintah setelah kerusuhan etnis tahun 1969 Malaysia menyuguhkan suatu pengalaman Islami yang unik. Malaysia adalah sebuah masyarakat multietnik dan multiagama, namun mempunyai kekuatan politik dan budaya yang dominan. Sejak periode awal, Islam mempunyai ikatan erat dengan politik dan masyarakat. Islam merupakan sumber legitimasi bagi para Sultan yang memegang peran sebagai pemimpin agama, pembela iman, dan pelindung hukum Islam, sekaligus pendidikan dan nilai-nilai adat. Suatu ciri khas dalam perkembangan politik Malaysia adalah peran Islam dalam politik Melayu. Malaysia merupakan federasi negara-negara bagian, sebuah pemerintahan yang resmi bersifat pluralitas dengan Islam sebagai agama resmi. Pluralisme dan hubungan agama dengan indetitas nasional Melayu menjadi isu politik ketika Malaysia tengah berjuang merebut kemerdekaan pada periode pasca-Perang Dunia II. Usulan awal Inggris bagi Serikat Melayu bersatu dengan kesamaan hak warga negara bagi semua orang ditolak oleh bangsa Melayu, yang mengkhawatirkan pertumbuhan populasi, kekuatan ekonomi, serta pengaruh komunitas Cina dan India, yang telah menikmati tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan kaum muslim Melayu. Ketegangan-ketegangan internal yang diakibatkan oleh dikotomi etnik dalam masyarakat Malaysia meledak pada tahun 1969. Kerusuhan etnik antara orang-orang Melayu dan Cina di Kuala Lumpur menandai titik balik dalam politik Malaysia. Sementara kaum muslimin melayu, yang kebanyakan tinggal di pedesaan dan bertani. Komunitas-komunitas Cina dan India yang berbasis kota meraih kemakmuran dan menonjol dibidang ekonomi dan pendidikan. Ketegangan ekonomi Malaysia akibat adanya kesenjangan yang begitu besar dan semakin terasa kehadirannya, dan meningkatnya kehidupan orang-orang asing itu, menyulut kerusuhan anti Cina pada tanggal 13 Mei 1969. Tragedi ini meruapakan suatu peristiwa sejarah yang tak dapat dilupakan begitu saja oleh bangsa Melayu, terutama pemerintah. Peristiwa ini membuat pemerintah dan pimpinan-pimpinan UMNO sadar akan pentingnya memperjuangkan nasib dan peningkatan bagsa Melayu, mengembalikan kepercayaan Melayu pada UMNO serta mewujudkan keadilan sosio-ekonomi bagi etnis Melayu demi stabilitas dan keamanan negara. Dari sisi politik nasional, dampak langsung tragedi 13 Mei menyebabkan terbentuknya Barisan Nasional (Nation Front) yang turut dianggotai PAS, sehingga tidak ada lagi organisasi Islam yang memainkan peranan sebagai “watchdog”terhadap sistem pemerintahan. Bila tragedi 13 Mei 1969 menjadi suatu peristiwa sejarah yang tak dapat dilupakan begitu saja oleh bangsa Melayu, hal yang sama juga dirasakan oleh pemerintahan UMNO. Mengomentari berbagai kebijakan pemerintah yang pro-Melayu setelah kerusuhan etnis itu Zainah Anwar mengatakan: Kalau insiden 13 Mei 1969 adalah situasi krisis yang menjadi kontak awal bagi perpalingan ke Islam, maka lingkup luas kebijaksanaan yang diambil pemerintah menyusul peristiwa itu hanyalah menyiram minyak ke dalam kobaran api kebangkitan Islam. Dengan demikian, tragedi 13 Mei 1969 adalah momen menentukan dalam politi Melayu, yang menandai titik balik dalam politik Malaysia serta titik paling menentukan bagi terjadinya perubahan radikal dalam prioritas kebijakan pemerintah yang secara khusus berkonsekuensi pada peningkatan kesadara Islam di kalangan Muslim Malaysia. Pada dekade 1970 dan 1980-an kebangkitan Islam di Malaysia semakin terasa dimana perpaduan antara kepentingan agama, ekonomi dan kebudayaan saling berbarengan. Pada saat itu pemerintah menjalankan program reformasi ekonomi dengan sasaran meningkatkan usaha orang-orang Melayu dan penduduk bumi putra. Meskipun fokus utama program itu adalah pembangunan sosio-ekonomi Melayu, promosi bahasa dan nilai-nilai budaya melayu semakin memperkokoh ikatan agama dan etnik. Proses yang bertumpuh pada bahasa Melayu, sejarah, kebudayaan, dan agama, memperkuat solidaritas Melayu. Nasionalisme Melayu dan Islam merupakan unsur terpenting dalam identitas budaya Melayu, hal ini menjadi kekuatan ideologi dan politik yang besar. Sebagaimana diketahui sejak kemerdekaannya dari Inggris pada tanggal 16 September 1963, pemerintahan dikuasai oleh Barisan Nasional sebuah koalisi beberapa partai diantaranya yang terkuat adalah UMNO (United Malaya National Organization), yang memimpin Front Nasional menikmati politik graduasi serta memasukkan secara selektif nilai-nilai keislaman ke dalam kebijakan pemerintah dan tetap menjunjung tinggi konsitusi Malaysia. Peranan politik Islam di Malaysia lebih tampak sekitar tahun 1980-an PAS, yang setiap kampaye politiknya menyerukan untuk membentuk negara Islam dan memperjuangkan terwujudnya sebuah masyarakat dan pemerintahan yang terlaksana di dalamnya nilai-nilai Islam, hukum-hukum menuju keridhaan Allah, mempertahankan kesucian Islam, serta kemerdekaan dan kedaulatan negara. Para pemimpin PAS juga sering mengemukan visi dan misinya tentang sebuah negara Islam Malaysia yang menerapkan hukum Islam berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi. Karena visi dan misinya itulah, PAS mendapat cap sebagai partai Islam fundamentalis bahkan kelompok garis keras Islam. Partai ini banyak mendapat dukungan dari masyarakat yang dinominasi oleh orang-orang muslim seperti di Kelantan, Trengganu, Kedah dan Perlis. Sekalipun sebelumnya Malaysia telah mempunyai sejumlah organisasi terkemuka, namun perkembangan politik pasca 1961 memunculkan organisasi Islam yang mengacu bukan hanya pada usaha untuk mengislamkan orang-orang non muslim, melainkan juga menyuruh kepada orang-orang muslim sendiri untuk lebih taat menjalankan ajaran agama. Orginisasi tersebut adalah Darul Arqam yang didirikan pada tahun 1968 oleh Ustasd Ashaari Muhammad dimana menekankan pentingnya membangun suatu masyarakat Islam sebelum mendirikan negara Islam. Sementara itu, garakan dakwah terkemuka dan yang paling efektif dan berhasil secara politis pada 1970-an dan awal 1980-an adalah Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM). Berdiri pada tahun 1971-1972 merupakan hasil pergumulan berbagai peristiwa, isu, dan kepedulian untuk memupuk semangat kebangkitan agama pada umumnya dan memobilisasi pemuda pada khususnya. Di bawah kepemimpinan kharismatik salah seorang pendirinya, Anwar Ibrahim (1974-1982).[5]
- Impelmentasi Penerapan Hukum Islam di Malaysia.
Upaya melaksanakan hukum Islam selain
bidang ibadah dan kekeluargaan (perkawinan, perceraian, kewarisan) di
negara-negara Asia Tenggara saat ini merupakan fenomena kultural umat yang
latar belakangnya dapat dilihat dari berbagia segi. Diantaranya ialah bahwa
hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup di dalam masyarakat yang beragama
Islam di Asia Tenggara, karena hukum Islam berkembang bersamaan dengan masuknya
Islam di kawasan ini. Sebagai hukum yang hidup yang inheren dalam kehidupan
umat Islam, maka hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan umat, sehingga
hukum Islam tidak lagi dirasakan sebagai norma-norma hukum yang dipaksakan dari
luar diri masing-masing pemeluknya.[6]
Jika diamati, maka implementasi hukum
Islam di Malaysia, tampak dari kodifikasi yang dilakukan yang telah melewati
tiga fase, masing-masing periode Melayu, penjajahan Inggris, serta fase
kemerdekaan. Kodifikasi hukum paling awal termuat dalam prasasti
Trengganu yang di tulis dalam aksara Jawi, memuat daftar singkat mengenai
sepuluh aturan dan bagi siapa yang melangarnya akan mendapat hukuman. Selain
kodifikasi hukum tersebut, juga terdapat buku aturan hukum yang singkat, salah
satu diantaranya adalah Risalah Hukum Kanun atau buku Hukum Singkat Malaka yang
memuat aturan Hukum Perdata dan Pidana Islam.[7]
Dalam bidang perdata meliputi,:
- Pertunangan, nikah cerai, membatalkan nikah atau perceraian.
- Memberi harta benda atau tuntutan terhadap harta akibat perkara di atas.
- Nafkah orang di bawah tanggungan, anak yang sah, penjagaan dan pemeliharaan anak.
- Pemberian harta wakaf.
- Perkara lain yang diberikan kuasa berdasarkan undang-undang.
Dalam persoalan pidana mengatur hal
sebagai berikut:
- Penganiayaan terhadap istri dan tidak patuh terhadap suami.
- Melakukan hubungan seks yang tidak normal.
- Penyalah-gunaan minuman keras.
- Kesalahan terhadap anak angkat.
- Kesalahan-kesalahan lain yang telah diatur lebih jauh dalam undang-undang.
[1] Ibid, Ensiklopedi Islam...77
[2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia
Islam (Cet. III; Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1991), 138.
[4] Ibid, Dewan Redaksi Ensiklopedi
Islam, Ensiklopedia Islam, Cet. III….138
[6] Tebba, Sudirman, Perkembangan
Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara Studi Kasus Hukum Keluarga dan
Pengkodifikasiannya (Cet. I; Bandung: t.p., 1993), 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar